Reconquista dan Islam di Semenanjung Iberia

Avatar photo

Kalau kita membahas tentang peradaban Islam, Timur Tengah mungkin adalah lokasi pertama yang terpikirkan. Akan tetapi, pernah dengar gak, kalau ternyata peradaban Islam pernah ada di Eropa? Bukan, kita tidak akan membahas tentang Semenanjung Balkan, melainkan Semenanjung Iberia! Emirat dan Kekhalifahan Kordoba, Almoravid, Almohad, serta Emirat Grenada pernah berkuasa disini. Tapi, ada hal yang membikin dominasi mereka berakhir. Yuk, kita bahas!

Artikel ini telah dibuat sedemikian rupa sesuai dengan sejarah yang akurat dan tanpa bias. Jika terdapat kesalahan, koreksi kiranya dapat membantu.

Permulaan

Peta invasi Umayyah ke Iberia
By NACLE – Own work, CC BY-SA 4.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=64846887

711 M adalah tahun dimana peradaban Islam masuk ke Semenanjung Iberia (sekarang Portugal, Andorra, dan Spanyol). Atas perintah Gubernur Musa bin Nusair dari Kekhalifahan Umayyah, Thariq bin Ziyad dan pasukannya menyebrangi Selat Gibraltar—dari Afrika ke Eropa. Sebagian besar dari pasukannya adalah orang Amazigh/Berber. Dengan ±12000 tentara, Thariq bin Ziyad membuat pasukan Raja Roderick dari Kerajaan Visigoth mampus. Selanjutnya, dia—berbarengan dengan Musa bin Nusair dan putranya yang menyusul—mulai menaklukkan kota-kota dan benteng-benteng penting. Kekhalifahan Umayyah berhasil meruntuhkan Kerajaan Visigoth dan menguasai Iberia dalam sekitar 7 tahun. Wilayah yang ditaklukkan ini umumnya disebut al-Andalus. Kekhalifahan Umayyah juga sempat melakukan ekspansi ke Gaul, tetapi mereka dihentikan oleh bangsa Franka dalam Pertempuran Toulouse (721), Pertempuran Tours (732), dan Penaklukkan Narbonne (759).

Akan tetapi, sesuatu terjadi di wilayah utara. Meski Kerajaan Visigoth telah runtuh, seorang bangsawan bernama Pelagius menghimpun kekuatan Visigoth yang tersisa di Pegunungan Cantabria untuk melawan pasukan Muslim lalu mendirikan Kerajaan Asturias. Usaha Muslim untuk menaklukan mereka digagalkan dalam Pertempuran Covadonga (718/722). Pertempuran tersebut umumnya dianggap sebagai awal dari Reconquista—penaklukan kembali Semenanjung Iberia dari tangan para Muslim—yang berlangsung selama ±8 abad. Selanjutnya, mereka merebut Galicia, Leon, Salamanca, dan Zamora pada masa pemerintahan Alfonso I.

Pelagius di Covadonga
(Luis de Madrazo, public domain)

Nggak cuma ada pemberontakan dari bangsa Visigoth, bangsa Berber juga sempat memberontak di sekitar tahun 739 hingga 743, baik di al-Andalus maupun di Afrika Utara. Pemberontakan besar ini kemungkinan terjadi karena ketidakpuasan mereka terhadap perlakuan Kekhalifahan Umayyah yang memperlakukan bangsa non-Arab sebagai “rakyat kelas kedua”, serta berkembangnya ajaran aliran Khawarij. Sang khalifah sempat mengirimkan puluhan ribu pasukan untuk memadamkannya, tapi gagal. Akan tetapi, para pemberontak berhasil dipukul mundur ketika Handhala al-Kalbi dan pasukannya mengalahkan ribuan pemberontak Berber di Kota Chlef. Pemberontakan di Afrika Utara ini menular kepada pasukan-pasukan Berber di al-Andalus. Mereka ikutan membelot dan meninggalkan benteng-benteng di wilayah utara untuk merebut Toledo, Kordoba, dan Algeciras. Gara-gara inilah Alfonso I dapat lebih mudah memperluas wilayah Kerajaan Asturias. Untuk mencegah pemberontakan Berber di al-Andalus sukses, sang gubernur mengundang para prajurit yang tersisa di Afrika Utara untuk membantu. Para pemberontak akhirnya dikalahkan.

Sayang seribu sayang, pada 747-750 terjadi Revolusi Abbasiyah. Wangsa Umayyah digulingkan dan mereka dibantai. Selain itu, setelah pemberontakan Berber dipadamkan, terjadi perebutan kekuasaan yang mana merupakan hal yang membosankan untuk dibahas. Intinya, setelah sekian banyaknya orang yang menjadi gubernur, al-Andalus pun akhirnya dipimpin oleh Gubernur Yusuf al-Fihri yang ditunjuk oleh para tentara dan mungkin juga oleh rakyat al-Andalus; tidak ditunjuk oleh sang khalifah. Yusuf tetap memimpin al-Andalus secara independen sejak Revolusi Abbasiyah hingga Pangeran Abdurrahman—keturunan yang tersisa dari Wangsa Umayyah—merebut kekuasaannya dan mendirikan Emirat Kordoba pada tahun 756. Pangeran Abdurrahman, kini Emir Abdurrahman I, akan menghabiskan sebagian masa pemerintahannya untuk memperkuat kekuasaannya dan memadamkan pemberontakan di berbagai wilayah. O, ya, di masa pemerintahannya, Masjid Agung Kordoba mulai dibangun.

Keadaan di Utara

Pada paruh akhir abad ke-8, bangsa Franka dibawah pemerintahan PĂ©pin le Bref dan kemudian Charlemagne menaklukkan beberapa wilayah kekuasaan Emirat Kordoba, yakni Septimania, Narbonne, Girona, dan Barcelona, serta mendirikan Marca Hispanica: daerah perbatasan yang terletak di antara Pegunungan Pirenia dan Sungai Ebro, dimana terdapat banyak county yang tunduk kepada mereka. Sekalipun mereka menaklukkan banyak wilayah, mereka sempat kalah dalam Pertempuran Roncevaux, dimana bangsa Basque membalas penyerangan yang dilakukan Charlemagne terhadap kota Pamplona, ibukota kerajaan bangsa Basque. 

Ngomong-ngomong tentang bangsa Basque, mereka adalah bangsa yang mendiami wilayah barat Pegunungan Pirenia. Mereka sempat memberontak dari Emirat Kordoba di sekitar tahun 799 di bawah komando Velasco el Gascón, hingga ia dikalahkan di dekat kota Pancorbo pada tahun 816. Bangsa ini juga mengalahkan pasukan bangsa Franka di Roncevaux untuk kedua kalinya pada 824, menghentikan adanya intervensi bangsa Franka lagi. Secara tradisional, pertempuran ini dianggap sebagai awal dari Kerajaan Pamplona, sebuah kerajaan bangsa Basque, dengan Iñigo Arista sebagai raja pertama. Awalnya, kerajaan ini adalah vasal dari Emirat Kordoba. Namun, beberapa dekade kemudian, Iñigo dan saudara tirinya, Musa bin Musa dari Banu Qasi, memberontak melawan Emirat Kordoba.

Peta Topografis Pegunungan Pirenia. Kini jadi perbatasan alami antara Prancis dengan Spanyol.
(Pyrenees_topographic_map-fr.svg and RedWolf, CC BY-SA 3.0)

Kira-kira gimana nih, kabarnya Kerajaan Asturias? Ketika Raja Alfonso III dipaksa turun takhta dan kemudian wafat (910), Kerajaan Asturias terpecah menjadi 3 kerajaan: Asturias, Leon, dan Galicia. Ketiga kerajaan tersebut kemudian bersatu lagi dibawah nama Kerajaan Leon di masa pemerintahan Fruela II dan Ramiro II. Sebuah county kecil bernama Castille juga telah muncul, yang nantinya akan berkembang menjadi Kerajaan Castille pada 1065. Awalnya, county ini berada di bawah otoritas Kerajaan Leon. Namun, county ini berhasil mendapatkan otonomi dari Leon di sekitar dekade 930’an, ketika Count FernĂ n Gonzalez berkuasa.

Selain itu, ada county lain, namanya adalah County Aragon. County ini awalnya didirikan oleh bangsa Franka, lalu dijadikan vasal oleh Kerajaan Pamplona, hingga akhirnya menjadi kerajaan di tahun 1035. Ada juga County Portugal yang nantinya akan jadi Kerajaan Portugal di abad ke-12.

Abdurrahman III dan al-Hakam II  

Mari kembali ke Kordoba. Pada Tahun 929, Amir Abdurrahman III mengubah emirat ini menjadi kekhalifahan. Kekhalifahan ini mengalami kemajuan yang sangat besar, tidak kalah dengan Abbasiyah yang sempat mengalami masa keemasan. Di sini dilakukan penerjemahan besar-besaran karya-karya berbahasa asing serta pembangunan banyak perpustakaan, universitas, dan bangunan megah. Di sebelah barat Kordoba, sang khalifah membangun kota baru yang sangat besar, dinamai Madinah az-Zahra. Abbdurrahman III juga memadamkan pemberontakan-pemberontakan, misalnya di Toledo, , Badajoz, Ecija, Bobastro, Valencia, dan Calatrava; beberapa pemberontak yang dilawan adalah Banu Qasi, Umar dan Ja’far bin Hafsun, Sa’id bin Mal, Ibnu Marwan, dan Yahya bin Bakr. Bahkan ada pemberontak yang didukung oleh Kerajaan Leon, misalnya para pemberontak di Toledo. Selain menaklukkan para pemberontak, Abdurrahman III juga memimpin kampanye militer melawan Kerajaan Pamplona maupun Kerajaan Leon, serta County Alava dan County Castille. 

Masjid Agung Kordoba
(TeaMeister via flickr, CC BY 2.0)

 Setelah kurang lebih lima dekade berkuasa, Abdurrahman III wafat di tahun 350 H/961 M. Khalifah selanjutnya, al-Hakam II, akan memerintah selama 15 tahun, dimana dia mengumpulkan banyak buku serta mencanangkan gerakan penerjemahan besar-besaran. Dia wafat di tahun 976 M, mewariskan tahta kekhalifahan kepada putranya, Hisyam II, yang masih berusia 11 tahun.

Kediktatoran al-Mansur dan Runtuhnya Kekhalifahan Kordoba

Karena sang khalifah tidak sempat dididik dan dipersiapkan oleh khalifah sebelumnya, dia dibantu oleh sang wazir dan hajib, yakni Abu ‘Amir Muhammad bin ‘Abdullah bin Abi Amir al-Ma’afiri, untuk menjalankan pemerintahan. Dia umumnya dikenal dengan julukannya, al-Mansur. Al-Mansur ‘lah pemimpin de facto dari Kekhalifahan Kordoba, sedangkan sang khalifah justru tak punya kekuasaan. Kasihan deh. Menurut sejarawan al-Maqqari, al-Mansur mengadudombakan para perwira berjabatan tinggi untuk membunuh satu sama lain. Ia juga memberi hadiah dan imbalan kepada bala tentaranya serta menghancurkan mereka yang menentangnya. Al-Mansur merekrut dan membentuk bala tentara yang sebagian besarnya terdiri dari orang-orang Berber dan Mamluk. Al-Mansur melakukan kampanye militer ke utara untuk melawan Leon, Castille, dan Galicia kira-kira sebanyak 56 kali. Dia menyerang kota-kota seperti Barcelona, Pamplona, Santiago de Compostela, dan bahkan ibukota Leon. 

Al-Mansur wafat di tahun 1002 dan Khalifah Hisyam II masih akan menjadi boneka lagi di bawah kekuasaan putra-putra al-Mansur yakni al-Muzaffar dan Abdurrahman Sanchuelo. Di masa kekuasaannya (1008-1009), Sanchuelo memaksa sang khalifah untuk menjadikan dirinya penerus tahta kekhalifahan. Orang-orang, terutama dari suku Quraisy dan Bani Umayyah, tidak menyukai hal ini sehingga mereka melakukan kudeta dan menurunkan Hisyam II dari tahtanya, menggantikannya dengan putranya, Muhammad II al-Muhdi. Sanchuelo dikhianati oleh sebagian besar pasukannya ketika sampai di Kordoba dan ia kemudian dibunuh. 

Peta Iberia di tahun 1037
Peta Iberia di tahun 1037
(Map Iberian Peninsula 1037-es.svg and Gabagool via wikimeda, CC BY-SA 3.0)

Tidak lama setelah al-Muhdi menjadi khalifah, kebencian Wangsa Umayyah terhadap para prajurit Berber meningkat akibat dukungan mereka terhadap al-Mansur dan putra-putranya dulu. Para prajurit Berber membelot melawan al-Muhdi, menjarah Kordoba, dan mengangkat Sulaiman al-Musta’in untuk menggantikan sang khalifah. Setahun kemudian, al-Muhdi melawan balik dan menang. Al-Muhdi kemudian dibunuh dan Hisyam II kembali lagi berkuasa. Repot deh. Intinya, ada perang saudara untuk rebutan kekuasaan hingga 1031, dimana Kekhalifahan Kordoba runtuh dan wilayahnya terpecah menjadi banyak taifa yang masing-masingnya dikuasai oleh suatu faksi/kelompok. Di antaranya adalah Taifa Seville yang dikuasai oleh Banu Abbad; Taifa Kordoba oleh Banu Jauhar; Taifa Badajoz oleh Banu al-Afthaz, dan lain-lain. Terpecahbelahnya bekas wilayah Kekhalifahan Kordoba ini memungkinkan kerajaan-kerajaan di utara untuk memperluas wilayah. Pada 1085, misalnya, Kota Toledo direbut oleh Kerajaan Leon. Wilayah utara Portugal juga dilahap. Tidak sedikit juga taifa yang menjadi vasal Kerajaan Leon.

Almoravid dan Almohad

Jatuhnya Toledo ke tangan Kerajaan Leon membuat para penguasa taifa mencari pertolongan. Mereka memanggil Yusuf bin Tashfin yang merupakan pemimpin dari Dinasti Almoravid, sebuah dinasti Berber yang berpusat di Afrika Utara. Berkat bantuannya, mereka berhasil memukul mundur gabungan Kerajaan Leon, Castile, dan Aragon dalam Pertempuran Zallaqah. Dinasti Almoravid kemudian menduduki wilayah al-Andalus yang tersisa. Namun, hanya dalam waktu kurang dari satu abad, kota-kota seperti Zaragoza, Catalayud, Lisboa, dan Daroca ditaklukkan oleh Kerajaan Leon dkk. Lebih parahnya lagi, di sekitar tahun 1147 kekuasaan Almoravid diruntuhkan oleh para pemberontak dari Dinasti Almohad, dinasti Berber lainnya. Al-Andalus pun jatuh ke tangan mereka. Namun, mereka mengalami kekalahan yang sangat besar dalam Pertempuran Las Navas de Tolosa (1202). Dalam pertempuran tersebut, kekuatan Navarre (Pamplona), Castille, dan Aragon, serta para pasukan salib, bersatu. Di tahun 1224 sang khalifah dari Dinasti Almohad wafat tanpa meninggalkan keturunan, yang mana menyebabkan perang saudara. 

Keluarga Muhammad XII di Alhambra beberapa saat setelah jatuhnya Granada pada tahun 1492
(Manuel GĂłmez-Moreno, public domain)

Kerajaan Portugal, Castile, dan Aragon masing-masing menganeksasi sebagian besar al-Andalus, menyisakan sebuah emirat di Grenada. Emirat ini berhasil bertahan dengan membayar upeti kepada Kerajaan Castile. Setelah Castile dan Aragon bersatu melalui pernikahan Ferdinand II dan Isabella I di akhir abad ke-15, mereka melancarkan perang untuk merebut Grenada. Di tahun 1491, sebuah perjanjian damai ditandatangani oleh kedua belah pihak untuk menjamin keselamatan umat Islam dan toleransi antar umat beragama di Semenanjung Iberia. Setahun kemudian, Muhammad XII dari Emirat Grenada menyerahkan Grenada kepada Ferdinand II dan Isabella I. Ini mengakhiri adanya kekuasaan Islam di Iberia.

Sayangnya, di tahun 1942 Kerajaan Castile-Aragon mengeluarkan Dekret Alhambra, yang memerintahkan pengusiran orang-orang Yahudi dari wilayahnya. 7 tahun setelahnya, Kardinal Ximenes de Cisceros memerintahkan pemindahan paksa ke agama Kristen. Beberapa orang sempat memberontak di Grenada, tapi pemberontakan yang gagal ini justru mengakibatkan Ferdinand I untuk memutuskan sesuatu. Muslim diberi tiga pilihan: dibaptis, diperbudak/dieksekusi, atau diasingkan. Kebanyakan orang pada saat itu memilih pilihan yang pertama.


Itu dia sejarah mengenai Reconquista yang terjadi di Semenanjung Iberia.


  • Al-Maqqari, Ahmad bin Muhammad; De Gayangos, Pascual. (1964). The History of the Mohammedan Dynasties in Spain. New York City, NY: Johnson Reprint Corp.
  • Bourke, Thomas. (1811). A concise history of the Moors in Spain, from their invasion of that kingdom to their final expulsion from it. London: F., C., and J. Rivington &c.
  • Constable, Olivia R. (1997). Medieval Iberia: readings from Christian, Muslim, and Jewish sources. Philadelphia, PA: University of Pennsylvania Press.
  • CopĂ©e, Henry. (1892). History of the conquest of Spain by the Arab-Moors (Vol. 2). Boston: Little, Brown & Co.
  • Dozy, Reinhard; Stokes, Francis G. (1913). Spanish Islam: A History of the Moslems in Spain. London: Chatto & Windus.
  • Florian, M. (1860). History of the Moors in Spain. New York City, NY: Harper & Brothers Publishers.
  • Haines, Charles R. (1889). Christianity and Islam ind Spain (756-1031). London: Kegan Paul, Trench, & Co.
  • Hazard, Harry W. (1975). A History of the Crusades (Vol. 3). Madison, WI: University of Wisconsin Press. https://digicoll.library.wisc.edu/cgi-bin/History/History-idx?id=History.CrusThree.
  • Lane-Poole, Stanley. (1903). The Story of the Nations: The Moors in Spain. London: T. Fisher Unwin.
  • Oto-PeralĂ­as, Daniel; Romero-Ávila, Diego. (2016). The economic consequences of the Spanish Reconquest: the long-term effects of Medieval conquest and colonization. J Econ Growth 21, 409–464. https://doi.org/10.1007/s10887-016-9132-9.
  • Payne, Stanley G. (1973). A History of Spain and Portugal (Vol. 1). Madison, WI: University of Wisconsin Press. https://libro.uca.edu/payne1/spainport1.htm. 
  • Watt, William M. (1965). A history of Islamic Spain. Edinburgh: Edinburgh University Press.
  • Watts, Henry E. (1893). The Story of the Nations: Spain; From the Moorish Conquest to the Fall of Granada (711-1492, A.D.). London: T. Fisher Unwin.
  • Wikipedia. Al-Andalus. Diakses 22 Januari 2021 dari https://en.m.wikipedia.org/wiki/Al-Andalus
  • Wikipedia. Hispanic Marches. Diakses 22 Januari 2021 dari https://en.m.wikipedia.org/wiki/Hispanic_Marches
  • Wikipedia. Reconquista. Diakses 25 Januari 2021 dari https://en.m.wikipedia.org/wiki/Reconquista
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Penjelasan Revolusi Oktober Secara Singkat

Next Post
Perundingan Kalijati, Peta Jepang dalam penyerangan ke Jawa.

Perjanjian Kalijati, Penyerahan Hindia Belanda kepada Jepang

Related Posts