Perjanjian Kalijati, Penyerahan Hindia Belanda kepada Jepang

Avatar photo
Perundingan Kalijati, Peta Jepang dalam penyerangan ke Jawa.

Perjanjian Kalijati merupakan perjanjian yang dihasilkan dari perundingan yang dilakukan antara pihak Jepang dengan Belanda pada tanggal 8 Maret 1942. Seperti namanya, perjanjian ini dilakukan di Kalijati, Subang, Jawa Barat.

Perjanjian Kalijati sendiri telah memaksa Belanda untuk mengakui kekalahannya untuk kedua kalinya sejak Perang Dunia II dimulai. Sebelumnya, Belanda telah dipaksa menyerah di front Eropa oleh Nazi Jerman. Penyerahan Belanda terhadap Jerman ini tetapi tidak mempengaruhi kekuasaan Kekaisaran Belanda, termasuk kekuasaannya di Hindia Belanda.

Perjanjian ini akhirnya secara resmi mengakhiri masa pemerintahan kolonial di Hindia Belanda (sekarang wilayah Indonesia). Masa kolonialisme Belanda di nusantara pun berakhir, dan digantikan dengan masa pendudukan militer kekaisaran Jepang.

Sejarah dan Latar Belakang Perjanjian Kalijati

Adapun latar belakang dan sejarah dari Perjanjian Kalijati dimulai sejak jepang pertama kali mendarat di Hindia Belanda.

Awal Mula

Pada 11 Januari 1942, tentara Kekaisaran Jepang datang menuju tanah nusantara dan berpijak kaki di daerah Tarakan, yang sekarang berada di wilayah Kalimantan Utara. Kedatangan Pasukan Jepang ini akhirnya membuat Pasukan Hindia Belanda terpaksa terpukul mundur.

Lambat laun, satu per satu wilayah nusantara kahirnya berhasil dikuasai oleh Jepang. Hingga pada 24 Januari 1942, Balikpapan akhirnya berhasil ditaklukan oleh Jepang. Hal ini kemudian disusul oleh penaklukan kota-kota besar lainnya, seperti Pontianak pada 29 Januari 1942, Samarinda pada 3 Februari 1942, dan Banjarmasin pada 10 Februari 1942.

Pelabuhan di Oosthaven (sekarang Bandar Lampung) yang dihancurkan Jepang pada 20 Februari 1942.
Pelabuhan di Oosthaven (sekarang Bandar Lampung) yang dihancurkan Jepang pada 20 Februari 1942.
(Australian War Memorial/ Wikimedia)

Tidak puas sampai disitu, Jepang pun tidak lupa untuk turut menyerang pulau-pulau lainnya di nusantara. Pada 14 Februari 1942, Jepang menerjunkan pasukan penerjun payung nya di Palembang, dan berhasil merebut kota tersebut hanya dalam 2 hari.

Dengan keberhasilan pasukan Jepang dalam menguasai wilayah-wilayah di Kalimantan dan Sumatra, Jepang pun berhasil menguasai ladang minyak di daerah tersebut. Mereka telah berhasil mendapatkan salah satu hal dari tujuan mereka, yaitu menguasai pasokan minyak yang sangat berguna dalam menopang jalannya perang.

Meskipun telah berhasil menguasai minyak di Kalimantan dan Sumatra, Jepang tetap melanjutkan aksinya menuju Jawa yang merupakan pusat kekuatan dan pemerintahan Hindia Belanda. Tidak memerlukan waktu lama, pada 1 Maret 1942, Korps Angkatan Darat ke-16 Jepang akhirnya berhasil mendarat di Teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kragan (Jawa Tengah).

4 hari kemudian, yaitu pada 5 Maret 1942, Jepang berhasil merebut Batavia dari tangan Hindia Belanda. Gubernur Jenderal Hindia Belanda beserta komandan dan pasukan tempurnya akhirnya terpaksa mundur ke Lembang, Jawa Barat.

Divisi ke 2 Pasukan Kekaisaran Jepang sedang merayakan pendaratannya di Lebak.
(ibiblio.org/Wikimedia)

Situasi Kritis di Jawa

Satu per satu wilayah Hindia Belanda akhirnya berhasil dikuasai Jepang. Jepang lalu menargetkan Kalijati sebagai pintu masuk mereka, hal itu dikarenakan Kalijati terdapat sebuah lapangan terbang.

Lapangan terbang Kalijati pun akhirnya menjadi sasaran empuk bagi Jepang. Pada saat itu telah terjadi sebuah pertempuran kecil disitu. Kedua belah pihak pun saling tembak menembak, yang akhirnya membuat Belanda menjadi kewalahan.

Pada saat yang bersamaan, pasukan Kekaisaran Jepang juga sedang menyiapkan penyerangan ke Bandung. Berbeda hal nya dengan pihak Belanda, pada 6 Maret 1942, Panglima Angkatan Darat Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten memberikan perintah kepada Komandan Pertahanan di Bandung, yaitu Mayor Jenderal JJ Pesman, untuk tidak melakukan pertempuran di Bandung.

Pada saat itu, Bandung telah dipadati oleh penduduk sipil, baik dari kalangan wanita maupun anak-anak. Mengingat banyaknya masyarakat sipil tadi, tentu jika terjadi pertempuran di Bandung dapat menyebabkan banyaknya korban sipil yang berjatuhan. Atas dasar pertimbangan itulah Ter Poorten pada akhirnya memutuskan ingin berunding dengan Jepang.

Pada sore hari di tanggal 7 Maret 1942, Jepang telah berhasil menguasai Lembang. Hal itu menyebabkan pasukan KNIL dibawah komando Ter Poorten terpaksa melakukan gencatan senjata. Mayjen JJ Pesman akhirnya dikirimkan sebagai utusan ke Lembang untuk melakukan perundingan dengan Jepang.

Negosiasi Proses Perundingan

Awalnya Kolonel Shoji dari pihak Jepang meminta agar perundingan dilaksanakan di Gedung Isola. Namun ketika Shoji menghubungi Jenderal Imamura, dia diperintahkan untuk melakukan kontak dengan gubernur jenderal Hindia Belanda. Shoji juga diperintahkan untuk memberitahu gubernur jenderal Hindia Belanda pada saat itu, Tjarda van Starkendborgh Strachouwer, agar dapat melaksanakan perundingan di Kalijati, Subang pada 8 Maret 1942 pagi.

Kendati demikian, Gubernur Jenderal Tjarda diminta Ter Poorten untuk menolak usulan dari pihak Jepang tadi. Akibat dari penolakan ini, Jenderal Imamura akhirnya menjadi marah besar dan langsung mengeluarkan ultimatum terhadap Belanda.

Jepang akhirnya mengeluarkan ultimatum sebagai ancaman kepada pemerintah Hindia Belanda. Adapun isi dari ultimatum tersebut adalah kurang lebih seperti ini, “Jika pada 8 Maret 1942 pukul 10.00 WIB, para petinggi Belanda belum juga berada di Kalijati, maka Bandung akan dibom sampai hancur berkeping keping.”

Dan untuk membuktikan bahwa ultimatum dan ancaman tadi bukanlah gertakan semata, Jepang menyiagakan sejumlah pesawat pengebom nya di Lapangan Udara Kalijati. Melihat perkembangan sikap pasukan Jepang, Jenderal Ter Poorten selaku pemimpin Angkatan Perang Hindia Belanda pun dihadapkan pada situasi yang kritis.

Hingga pada 7 Maret 1942, Ter Poorten dan Tjarda akhirnya mengutus Mayjen JJ Pesman untuk bertemu dengan Komandan Tentara Jepang sebagai langkah dalam melakukan perundingan. Tidak seperti yang diharapkan, Imamura kemudian menolak mentah-mentah JJ Pesman.

Sebagai syarat, Imamura hanya akan berbicara dengan Panglima Tentara atau Gubenur Jenderal Hindia Belanda. Pihak Belanda pun tidak bisa berbuat banyak, mereka terpaksa mengirimkan petinggi-petinggi mereka.

Pertemuan yang awalnya akan dilaksanakan di Jalan Cagak, Subang, pun akhirnya dilaksanakan di rumah dinas perwira staf Sekolah Penerbang Hindia Belanda, di Lapangan Udara Kalijati.

Berlangsungnya Perjanjian Kalijati

Perundingan terkait penyerahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada militer Jepang hanya berlangsung singkat. Ketika perundingan berlangsung, Jenderal Imamura sempat bertanya, apakah panglima angkatan perang dan gubernur jenderal memiliki kewenangan untuk melakukan perundingan ini.

Pihak Belanda lantas mencoba mengulur waktu. Mereka menjawab hanya Ratu Wilhelmina yang memiliki kewenangan untuk melakukan perundingan. Tak mau ambil pusing, Imamura yang kesal akhirnya meminta Belanda untuk mengumumkan penyerahan diri mereka. Pihak Belanda diminta untuk menyiarkan pengumuman penyerahan diri nya melalui radio. Imamura pun juga memberikan tenggat waktu yang singkat, yaitu hanya diberikan waktu hingga keesokan harinya.

Ter Poorten dan Tjarda pun akhirnya menandatangani dokumen kapitulasi penyerahan tanpa syarat mereka terhadap Jepang. Seperti yang diperintahkan Imamura, keesokan harinya yaitu pada 9 Maret, pemerintah kolonial akhirnya menyiarkan penyerahan dirinya di radio. Tak lama setelahnya, Ter Poorten dan Tjarda pun akhirnya ditangkap dan dibawa ke kamp tahanan dengan status sebagai tawanan perang.

Pada awalnya, Tjarda ditawari Jepang agar hanya menjadi tahanan rumah, serta akan mendapatkan perlakuan khusus. Tetapi tawaran Jepang tersebut ditolaknya. Akhirnya dia pun ditahan di penjara Sukamiskin. Awal tahun depannya, yaitu pada 2 Januari 1943, dia pun dipindahkan ke Formosa (sekarang Taiwan) bersama-sama dengan tawanan perang lainnya.

Berpindah lah sudah kekuasaan terhadap wilayah nusantara, yaitu dari tangan Ratu Wilhelmina kepada Kaisar Hirohito. Perjanjian Kalijati pun telah berhasil mengubah era penjajahan di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Reconquista dan Islam di Semenanjung Iberia

Next Post
Ilustrasi Henry Morgan

Henry Morgan, Perampok Sangar Penguasa Karibia

Related Posts