Hubungan B. J. Habibie dengan Soeharto semakin menjauh setelah Seoharto turun, sekaligus menandakan berakhirnya orde baru. Hal itu tidak lain dikarenakan kekecewaan Soeharto kepada Habibie yang pernah menjabat sebagai wakilnya itu.
Hubungan Bacharuddin Jusuf Habibie, atau yang akrabnya disapa Habibie, dengan Soeharto pernah begitu dekat. Hubungan keduanya bahkan sudah seperti kakak dan adik sendiri.
Kedekatan keduanya bermula ketika Soeharto meminta B. J. Habibie pulang dari Jerman pada tahun 1973. Melalui Ibnu Sutowo, Soeharto meminta Habiebie untuk kembali ke Indonesia, padahal Habibie saat itu sedang dalam masa jayanya selama berada di Jerman.
Meskipun demikian, ketika dia diminta untuk pulang, Habibie tidak pikir panjang dan memutuskan untuk kembali ke Tanah Air. Selama berada di Tanah Air, Habibie langsung diangkat sebagai penasihat pemerintah bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi, yang posisinya langsung berada dibawah Presiden.
Soeharto saat itu juga mempercayai Habibie untuk memimpin pengembangan industri di Indonesia. Habibie akhirnya ditunjuk sebagai direktur Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Selain itu, dia juga dipercaya untuk menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi selama tiga periode.
Meskipun keduanya dekat sekali, hubungan mereka berdua mulai merenggang di masa Reformasi. Dinamika politik saat itu menjadi faktor renggangnya hubungan mereka, hingga akhirnya Soeharto enggan bertemu dengan Habibie lagi.
Sebagai orang yang pernah dekat, Habibie sudah beberapa kali berupaya untuk menemui atau menghubungi Soeharto, namun selalu tidak berhasil. Hingga ketika Soeharto meninggal pada 27 Januari 2008, Habibie sangat ingin menemui Soeharto yang akan dikebumikan untuk terakhir kalinya. Namun sayangnya, dia dihadang oleh keluarga Soeharto dan tidak diperbolehkan untuk masuk.
Jadi, apakah penyebab Soeharto menjadi sebegitu kecewanya terhadap sikap Habibie, hingga hubungan keduanya berakhir menjadi dingin?
Sikap Habibie yang tiba-tiba berubah.
Keengganan Soeharto menemui Habibie diungkap adik tirinya, Probosutedjo, dalam Memoar Romantika Probosutedjo: Saya Dan Mas Harto yang ditulis Alberthiene Endah. Dikisahkan bahwa pada 20 Mei 1998 malam, Soeharto menerima kabar tentang mundurnya 14 menteri. Yang lebih mengejutkan, tiba-tiba Habibie menyatakan bahwa dirinya siap dan sanggup menjadi pengganti Soeharto sebagai Presiden.
Probosutedjo mengatakan malam itu, dia, Soeharto, dan Siti Hadijanti Rukmana (Mbak Tutut), duduk lama di ruang tamu kediaman Cendana. Dia menggambarkan wajah Soeharto redup, namun tenang. Menurut Tedjo, Soeharto terkejut karena keputusan Habibie berubah drastis hanya dalam hitungan hari. Habibie sebelumnya menyatakan tidak sanggup menjadi Presiden, tapi kemudian tiba-tiba menyatakan sanggup setelah 14 menteri meninggalkan Soeharto.
Soeharto ikhlas digantikan Habibie
Dalam buku yang sama, juga tertulis bahwa Probosutedjo mengenang malam terakhir Soeharto menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Ia merasa pilu karena kakaknya harus turun takhta dengan cara seperti yang terkenang dalam sejarah Reformasi.
Dia membayangkan ruang tamu Cendana yang puluhan tahun menjadi tempat pertemuan Soeharto dengan menteri-menteri dan orang kepercayaannya. Namun, mulai saat itu, ruang tamu akan sepi karena Soeharto telah memutuskan sendiri bahwa akan lengser. Soeharto malam itu juga menyatakan akan mengundurkan diri keesokan hari, pada 21 Mei 1998. Saat ditanyai siapa yang akan menggantikan, jawabannya singkat, “Habibie.”
“Habibie menyanggupi?” tanya Tedjo. Soeharto pun mengangguk dengan tenang dan tegas sembari menjawab: “Tadi dia bilang sanggup. Sudahlah saya ikhlas.”
Keputusan referendum terhadap Timor Timur
Pada bab yang sama dalam buku Memoar: Saya dan Mas Harto, Probosutedjo mengenang bagaimana hari-hari Soeharto setelah lengser dari Istana. Soeharto masih mengamati perkembangan keadaan melalui koran-koran dan televisi. Dia juga kerap mengundang orang-orang kepercayaannya untuk berdiskusi. Namun, suatu ketika Tedjo mengingat wajah Soeharto yang memerah. Saat itu, Habibie mengumumkan keputusan referendum terhadap Timor Timur. Soeharto disebut terkejut, duduk tegang dengan wajah kaku. Sorot matanya menunjukkan kemarahan yang amat sangat.
Keputusan Habibie pada Timor Timur yang kini bernama Timor Leste, semakin memperlebar jarak antara Soeharto dan Habibie. Belakangan, Habibie dianggap pengkhianat oleh Soeharto. Seperti Harmoko (Mantan ketua MPR), Habibie juga dijauhi Soeharto. Silaturahmi di antara mereka berdua seolah-olah putus. Jika Harmoko tidak menyuruh Soeharto berhenti sebagai presiden dan Habibie menolak jabatan Presiden RI menggantikan Soeharto, barangkali ketiganya akan terus akur. Tentu saja Habibie punya pertimbangan sendiri untuk mau menerima dan meneruskan tugas Soeharto sebagai orang nomor satu di Indonesia.
- Pranata, A. (2021, October 31). Ini Penyebab Soeharto Kecewa Terhadap Habibie dan Enggan Menemuinya. IDN Times. Retrieved October 31, 2021, from https://www.idntimes.com/news/indonesia/aanpranata/cerita-soeharto-kecewa-dan-enggan-bertemu-habibie-hingga-akhir-hayat-nasional/3