Baitul Hikmah, Perpusatakaan Sekelas Alexandria yang Berakhir Tragis

Ilustrasi Baitul Hikmah (Maqamat_hariri)

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perpustakaan berperan sebagai tempat berkumpulnya para cendekiawan, penyimpanan buku-buku sebagai sumber belajar dan referensi penelitian, dan, yang paling penting, pusat kegiatan akademis. Beberapa perpustakaan yang penting dalam sejarah diantaranya Perpustakaan Pergamum, Perpustakaan Imperial Konstantinopel, dan Perpustakaan Alexandria. Ada satu perpustakaan lagi yang perannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan tidak kalah penting dari kedua perpustakaan tersebut yakni Baitul Hikmah (Rumah Kebijaksanaan). Untuk kali ini, mari kita bahas perpustakan ini.

Baitul Hikmah adalah pusat penelitian intelektual selama zaman keemasan Islam. Berpusat di kota Baghdad dari 9 sampai abad ke-13, banyak belajar ulama termasuk orang-orang dari latar belakang Persia atau Kristen adalah bagian dari ini lembaga penelitian dan pendidikan. Selain menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Arab dan melestarikannya, ulama terkait dengan Baitul Hikmah juga membuat banyak kontribusi asli yang luar biasa menjadi beragam. Pada pertengahan abad kesembilan, Baitul hikmah adalah perpustakaan terbesar di dunia.[1]

Baitul Hikmah didirikan di Baghdad, ibukota Kekhalifahan Abbasiyah. Perpustakaan ini digunakan untuk menyimpan berbagai macam buku dalam bidang matematika, astronomi, kedokteran, geografi, sejarah, sastra, dan filsafat. Banyak buku yang disimpan di dalam perpustakaan ini merupakan terjemahan dari karya-karya berbahasa Yunani, Pahlavi (Persia Pertengahan), Suryani, dan Sansekerta. Ada beberapa penjelasan yang menyebutkan bahwa perpustakaan ini digunakan tempat studi dan penelitian, konferensi dan diskusi kaum intelektual, dan sebagai sebuah akademi. Namun, hal ini bisa diragukan karena informasi mengenai fungsi perpustakaan Baitul Hikmah selain fungsi utamanya, menyimpan buku-buku, tidak begitu banyak—atau malah tidak ada. 

Ada beberapa versi mengenai siapa yang mendirikan perpustakaan ini (lihat Algeriani 2017 dan Gutas 1998). Ada yang mengatakan bahwa fondasi awal dari Baitul Hikmah sudah ada sejak masa pemerintahan Khalifah Al-Mansur karena sang khalifah diketahui memerintahkan penerjemahan buku-buku mengenai astronomi, kedokteran, teknik, serta sastra dan mengumpulkannya dalam sebuah ruangan yang nantinya akan menjadi bagian utama dari Baitul Hikmah. Ada juga yang menyebutkan bahwa Khalifah Harun ar-Rasyid awalnya mendirikan dan kemudian dikembangkan oleh putranya, Khalifah al-Ma’mun.

Sejak masa pemerintahan Khalifah Al-Mansur, Kekhalifahan Abbasiyah mendanai gerakan penerjemahan besar-besaran dari bahasa Yunani, bahasa Pahlavi, bahasa Sansekerta, dan bahasa Suryani ke bahasa Arab. Karya-karya para filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles, para dokter seperti Hippokrates, Sushruta, dan Galen, serta para matematikawan seperti Ptolemaeus, Brahmagupta, dan Euklides akhirnya dapat diakses dan dipelajari oleh para cendekiawan dan murid-muridnya. Gerakan penerjemahan ini melibatkan banyak orang. Para penerjemah yang paling terkenal diantaranya Ya’qub bin Ishaq al-Kindi, Hunain bin Ishaq, Abu Yahya bin al-Batriq, al-Hajjaj bin Yusuf, Tsabit bin Qurrah, Ibnu Musa al-Nawbakhti, dan Theophilus/Thawafil bin Tuma. Baitul Hikmah adalah perpustakaan yang menampung buku-buku hasil terjemahan para penerjemah ini sehingga dapat dipelajari oleh banyak orang. Daftar dari buku-buku yang diterjemahkan dapat ditemukan di Fihrist karya Ibnu al-Nadim.

Ada banyak ilmuwan dan filsuf yang berafiliasi dengan Baitul Hikmah. Di bidang matematika, ada Muhammad bin Musa al-Khawarizmi, seorang polimatik. Al-Khawarizmi menulis buku al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-Jabr wal-Muqabalah, sebuah buku matematika yang berisi permasalahan-permasalahan matematis dan penyelesaiannya mengenai fungsi kuadrat, bangun ruang dan bangun datar, serta penerapan fungsi linear dalam pewarisan harta. Dalam karya lainnya, al-Khawarizmi mengadopsi sistem penomoran Hindu yang sebelumnya berkembang di anakbenua India dan mengenalkannya. Al-Khawarizmi juga melakukan pengamatan gerakan benda-benda langit di observatorium dan—bersama informasi yang mungkin dia dapatkan dari tabel astronomi India dan Almagest—menuliskan hasil observasinya dalam Zij al-Sindhind. Ada juga Banu Musa, para ilmuwan tiga bersaudara yang banyak berkontribusi di bidang geometri, astronomi, dan teknik. Mereka menulis Kitab al-Hiyal yang berisi banyak alat mekanik dan cara menggunakannya. Beberapa diantaranya adalah lampu minyak yang bisa mengisi minyaknya sendiri ketika habis (Model 95) dan mesin yang digunakan untuk mengambil benda yang ada di dasar sungai (Model 100). Dalam Fihrist, disebutkan bahwa mereka menulis beberapa buku mengenai geometri dan astronomi.

Selain itu, ada Hunain bin Ishaq, seorang dokter Kristen yang juga merupakan seorang penerjemah dan ahli ilmu kedokteran. Hunain menerjemahkan banyak buku yang berhubungan dengan kedokteran dan filsafat dari bahasa Yunani atau Suryani. Hunain juga berkontribusi dalam bidang oftalmotologi dengan menulis beberapa karya, misalnya Kitab al-Uthruhatil ‘Asyaru lil-’ain yang membahas tentang anatomi dan fisiologi mata dan hubungannya dengan otak. Di bidang filsafat, mereka punya al-Kindi, seorang polimatik. Al-Kindi menerjemahkan banyak karya filsuf Yunani ke bahasa Arab, mempelajarinya, dan mengenalkannya. Menurut al-Nadim dalam Fihrist (hal. 615), al-Kindi juga menulis buku dalam berbagai macam bidang yakni filsafat, logika, aritmatika, geometri, astronomi, musik, kosmologi, kedokteran, astrologi, politik, dan lain-lain.

Mongol Yang Mengepung Bagdad

Sama seperti Perpustakaan Alexandria, Baitul Hikmah berakhir tragis. Akibat invasi Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan, seluruh kekayaan yang ada di Baghdad—termasuk kekayaan ilmu pengetahuan—dijarah. Banyak naskah dan karya dari para cendekiawan hilang. Kehancuran Baghdad dan Baitul Hikmah pun mengakhiri masa keemasan peradaban Islam. Syukurlah, ada beberapa karya yang terselamatkan, entah karena sudah diterjemahkan ke bahasa Latin, salinannya sudah disimpan dalam perpustakaan di kota lain yang tidak diinvasi oleh bangsa Mongol, atau alasan lainnya yang tidak diketahui.

Referensi:

  1. Adamson, Peter. “al-Kindi”, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Spring 2020 Edition), Edward N. Zalta (ed.), URL
  2. Al-Khwarizmi, Muhammad bin Musa, Rosen, Frederic. (1831). The Algebra of Mohammed ben Musa.London: J. L. Cox.
  3. Al-Allaf, Mashhad. (2016). Al-Kindi Mathematical Metaphyics. www.muslimphilosophy.com
  4. Al-Nadim, Ibnu, Dodge, Bayard. (1970). The Fihrist of al-Nadim. New York City, NY: Columbia University Press.
  5. Algeriani, Adel Abdul-Aziz, Mohadi, Mawloud. (2017). “The House of Wisdom (Bayt al-Hikmah) and Its Civilizational Impact on Islamic Libraries: A Historical Perspective” dalam Meditteranean Journal of Social Sciences 8(5).
  6. Gutas, Dimitri. (1998). Greek Thought, Arabic Culture; The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early ‘Abbasid Society (2nd-4th/8th-10th centuries). London: Routledge.
  7. Hitti, Phillip Khuri. (1951). History of the Arabs; From the earliest time to the present (edisi kelima). London: Macmillan & Co.Ltd.
  8. Hockey, Thomas et al (eds.). (2007). The Biographical Encyclopedia of Astronomers, Springer Reference. New York City, NY: Springer. URL
  9. Tschantz. David W. (2003). “Hunayn bin Ishaq: The Great Translator” dalam Journal of the International Society for the History of Islamic Medicine: 39-40.
  10. Wani, Zahid Ashraf, Tabassum Maqbol. (2012). The Islamic Era and Its Importance of Knowledge and the Development of Libraries dalam Library Philosophy and Practice (e-journal). Paper 718.
  11. Wikipedia (2020). House of Wisdom
  12. Irfan, Irfan. “Peranan Baitul Hikmah dalam Menghantarkan Kejayaan Daulah Abbasiyah.” Jurnal As-Salam, vol. 1, no. 2, 2016, pp. 139-155.
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Revolusi Industri, Dimulainya Dunia Baru

Next Post
Ilustrasi Borobudur

Pengeboman Borobudur, Jejak Ekstremis di Indonesia

Related Posts