Atlantis, seperti yang diketahui, mempuyai pengaruh yang sangat besar terhadap imajinasi jutaan bahkan miliaran orang seiring dengan perkembangan zaman. Untuk mengetahui asal dari cerita itu, mari menarik waktu mundur sedikit ke belakang. Plato menceritakan kisah tersebut sekitar 360 tahun sebelum masehi. Para pendiri Atlantis, sebagaimana disebut oleh filsuf tersebut, merupakan separuh dewa dan separuh manusia. Mereka menciptakan peradaban utopia dan menjadi sangat kuat pada sektor lautan.
Atlantis digambarkan sebagai kawasan yang terdiri dari pulau-pulau terkonstrasi. Pemisahnya adalah parit-parit besar, terhubung dengan kanal yang mengalir ke tengah. Di pulau-pulau itu, ada emas, perah, dan material berharga lainnya. Hewan-hewan langka nan eksotis juga ada di sana. Dan di tengah-tengah kumpulan pulau itu juga ada ibu kotanya.
Plato mengatakan bahwa Atlantis ada sekitar 9.000 tahun sebelum masa hidupnya. Ceritanya pun terus menurun lewat puisi, dan karya tulis lainnya. Walau demikian, tulisan Plato tentang Atlantis itulah yang menjadi satu-satunya catatan yang diketahui menerangkan keberadaan negeri dongeng itu.
Setelahnya, banyak teori yang menyebut di mana lokasi tenggelamnya Atlantis. Laut Tengah, pesisir Spanyol, sampai di bawah lapisan es Antartika, hanya segelintir perkiraan soal posisi negeri khayalan itu. Terlepas dari karangannya yang bisa dibilang hampir sepenuhnya tidak benar itu, Plato sudah memberikan dongeng yang tak lekang oleh zaman.
Pencarian Atlantis Oleh Nazi
Saking terkenalnya, hingga hingga Nazi pun juga menjadi tertarik mempelajari dan meneliti dimanakah lokasi Atlantis yang sebenarnya. Hal itu juga tidak lain dikarenakan beberapa petinggi Nazi dilaporkan terobsesi dengan mitos dan mistisisme.
Hitler dan Nazi secara umum dilaporkan sangat terobsesi dengan mitos-mitos di dunia ini. Salah satunya mitos soal Atlantis, yang disebut memiliki dampak besar terhadap filosofi Nazi. Atlantis dicampur dengan mitos mengenai bangsa Arya, sebuah ras unggul yang ideal dan murni, konon ras campuran antara India dengan Eropa yang dipercaya sebagai penghuni Atlantis. Hitler dengan Nazi-nya percaya mereka adalah keturunan bangsa Arya.
Heinrich Himmler, anggota Gestapo (polisi rahasia Nazi), adalah salah satu yang juga punya obsesi kuat dengan legenda dan mitos-mitos tersebut. Ia bahkan menghabiskan waktu 10 tahun untuk mencari bangsa Arya yang hilang. Salah satu tindakan nyatanya adalah dengan mengirim para peneliti ke Himalaya pada 1938. Perjalanan tersebut dipimpin oleh Ernst Schafer, ahli ekspedisi dan ilmu hewan.
Nazi percaya bahwa para penghuni Atlantis yang selamat dari tenggelamnya negeri dongeng tersebut pergi ke tempat yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghindari laut yang sudah memusnahkan peradaban mereka. Dari ekspedisi tersebut, para peneliti menyimpulkan bahwa para penduduk lokal merupakan keturunan Arya dilihat dari bentuk wajahnya. Saat itu, Hitler dan para ahli antropologi kepercayaannya mengira bahwa dengan mengobservasi kepala orang maka bisa diketahui ras mereka masing-masing. Tibet bukan menjadi satu-satunya lokasi ekspedisi yang diinisiasi oleh Himmler. Swedia, Skotlandia, Prancis, dan Islandia menjadi negara-negara lain yang dituju oleh para peneliti dari Nazi dalam mencari keturunan bangsa Arya.
Selain mencari keberadaan keturunan ras Arya, lokasi tenggelamnya Atlantis pun juga dicari oleh Nazi. Hasilnya? Edmund Kiss, arkeolog Jerman, mengatakan bahwa Tiwanaku di Bolivia dulunya merupakan Atlantis. Ia percaya bahwa dulu Bumi sempat bertumbukkan dengan Bulan. Dari situ, bencana timbul yang berbuntut pada kehancuran Atlantis dan dimulainya Zaman Es di Planet Biru ini.
Para penghuni Atlantis yang masih tersisa diyakini pergi ke dataran tinggi Andes dan bertahan hidup di sana. Dari situlah Kiss percaya mereka akhirnya bermukim di Bolivia. Menariknya, penghuni Atlantis yang disebut oleh Kiss bukanlah bangsa Arya. Menurutnya, mereka lebih condong sebagai bangsa Skandinavia, Teori tersebut pun dipublikasi di sejumlah surat kabar. Sayang, saat itu ia gagal ke Bolivia untuk memperkuat teorinya lantaran Perang Dunia II telah dimulai.
Dengan Demikian, bisa disimpulkan bawa kisah ini tidak memiliki bukti kuat tentang keberadaannya. Sumber cacatan tentang keberadaannya pun juga hanya berasal dari kisah Plato. Walau demikian, kisah Plato ini setidaknya bisa menjadi kisah sebelum tidur yang sempurna untuk anak Anda.